Wajahnya ramah, tatapannya syahdu. Khas tatapan orang-orang yang berdzikir. Hidupnya mengalir seperti air, tak pernah terlihat gurat khawatir diwajahnya. Termasuk tentang rezeki. Bahkan motornya pun diparkir dengan kunci tergantung. Dia menamakan motor tersebut dengan sebutan motor dakwah. Siapapun boleh memakainya, asal atas keperluan dakwah. Berkali-kali diingatkan akan bahayanya meninggalkan kunci tergantung dia hanya menjawab “ada Allah yang menjaga” *sekarang motornya sudah hilang, bahkan sampai ada threadnya di kaskus*
Perjumpaan pertama saya dengan Maulana terjadi ditahun 2004. Dimasa-masa awal kuliah, hampir setiap kamis dan sabtu pagi saya menghadiri pengajian di Masjid Mardlhiyyah. Dan, setiap itu pula saya bertemu dengan Maulana. Biasanya setelah kajian dia berdiri dipintu keluar masjid dan menyalami satu persatu jamaah yang hendak pulang. Tidak hanya menyalami, seringkali dia menyapa ramah, menanyakan alamat dan menasihati agar senantiasa shalat berjamaah di masjid. Begitu terus berulang-ulang.
Kegiatan lain yang fenomenal dan rutin Maulana lakukan adalah sweeping. Dalam suatu obrolan, dia mengatakan bahwa dalam satu malam bisa “berdiskusi” dengan tiga hingga lima pasangan non muhrim disekitar kawasan UGM. Rute sweepingnya seakan baku, dengan trayek Masjid Kampus-Lembah-Bunderan Filsafat-GSP (lagi)-Masjid Kampus.
Satu kali saya diajak Maulana untuk sweeping. Setelah menasihati saya panjang lebar tentang wajibnya berdakwah, dia me”maksa” saya untuk ikut ber”jihad”. Ritual sweeping dimulai bada Isya sampai dengan pukul 21.00. Selama kegiatan sweeping, ketakutan dan rasa khawatir tentu menyeruak dibenak saya. Takut seandainya saya dipukuli atau sejenis itu. Berbeda betul dengan Maulana. Dia tenang dan konsisten. Maulana sangat yakin bahwa aktivitas sweeping ini adalah dakwah dan jihad Islam. Menurut ceritanya beberapa kali dia pernah diajak kelahi, dipukul dengan helm, hingga diancam akan dibunuh. Namun, beberapa kali pula dia menemukan pasangan yang menangis seraya bertobat.
Saya tidak tahu apakah ritual sweeping masih dilakukan Maulana hingga sekarang. Tampaknya kebijakan UGM yang membatasi jam malam, cukup membuat kondisi lembah dan sekitarnya menjadi kondusif.
Maulana pernah diduga sebagai intel oleh beberapa aktivis Islam. Hal ini disebabkan karena keberadaan Maulana yang selalu ada dimana-mana, seperti berada dalam rapat-rapat organisasi umat Islam (padahal dia tidak pernah mewakili satu organisasi apapun), hadir hampir disetiap pengajian apapun (Tarbiyah, Salafy, Hizbut Tahrir, Jamaah Tabligh) yang diselenggarakan disekitar kampus UGM hingga kecurigaan atas asal nafkah Maulana.
Selain rajin hadir dalam setiap forum pengajian yang diadakan oleh organisasi (gerakan) Islam apapun, Maulana juga kerap terlihat dalam seminar-seminar yang diadakan oleh kampus. Dengan menggunakan pakaian sehari-harinya, gamis panjang dan kain sarung, dia tidak terlihat risih berada ditengah-tengah peserta seminar. Uniknya hampir disetiap forum seminar yang diikutinya, dia selalu bertanya. Pertanyaannya pun berkualitas. Tajam dan out of the box. Hal ini menunjukkan bahwa dia serius mengikuti uraian-uraian pembicara. Biasanya setelah pertanyaan selesai dia lontarkan, Maulana melanjutkan dengan nasihat kepada seluruh peserta seminar untuk sholat berjamaah dan tepat waktu.
Terakhir saya bertemu dengan Maulana saat acara peringatan 70 tahun usia Prof. Damardjati Supadjar di Purna Budaya UGM. Saat itu saya terlibat obrolan panjang dengannya. Mulai dari wayang, dakwah Islam hingga munakahat. Kabar baik saya dapatkan, dia berencana untuk menikah.
Dari sosok Maulana saya belajar tentang integritas dan konsistensi. Integritas mempertahankan keyakinan dan konsisten untuk mewujudkan nilai dari keyakinannya tersebut. Maulana adalah gambaran orang baik yang berpikir sederhana, tidak rumit atawa njelimet. Keyakinan dia akan ajaran Islam sebagai rahmat bagi semesta alam dipegang dengan luar biasa. Maulana memulai keyakinannya bukan dengan membuat planning-planning, renstra atau sejenis itu. Dia memulainya dengan segera bertindak. Ini mirip dengan apa yang dikatakan oleh Muhammad Iqbal bahwa Alquran adalah kitab yang berorientasi pada tindakan. Jarang sosok Maulana kita temui akhir-akhir ini, kalaupun ada biasanya sosok tersebut dianggap kurang waras.
Di akhir, saya ingin kutipkan perkataan Bapa Cuchetti kepada ayah Che Guevara ketika sang ayah bercerita tentang kisah perjalanan Che di Amazon dan koloni lepra San Pablo. “kawanku ku rasa aku bisa berkorban untuk sesama manusia, tetapi tinggal bersama penderita lepra dilingkungan yang tidak higienis dikawasan tropis sepanjang pagi, siang dan malam adalah sesuatu yang jelas tidak bisa kulakukan. Aku angkat topi untuk integritas dan rasa perikemanusiaan putramu dan rekannya itu. Sebab apa yang mereka lakukan itu bukanlah sekedar keberanian : kau butuh kemauan sekeras baja dan rasa kasih sayang yang luar biasa serta jiwa yang dermawan. Putramu akan menjadi orang besar”. Iya, Maulana punya kemauan sekeras baja dan rasa kasih sayang yang luar biasa. Dan saya yakin dia lah orang besar itu.()